07 February 2015

ohh well..

Baiklah.. saya hanya ingin bercerita sedikit tentang apa yang ada di pikiran saya sekarang. Di tengah persiapan menghadapi ukdi yang tinggal... 2 minggu lagii *aarrrggh* (mungkin agak sedikit lebay huehehe..)ada banyak hal yang muncul di kepala saya. Salah satunya adalah, "setelah lulus saya mau ngapain?" Well..mungkin masih terlalu dini memikirkannya, tapi saya hanya ingin berbagi sedikit mengenai rencana ke depan yang ada di benak saya. Sejujurnya, saya ingin sekolah lagi. Mengambil program spesialis. Tapi saya tidak mau merepotkan kedua orangtua saya dengan biaya sekolah yang sangat mahal. Sekolah spesialis biayanya tidak murah. Dan orangtua saya punya satu kebiasaan yang sudah ada sejak saya lahir, yaitu: sulit untuk berkata tidak pada saya. Hahahaa.. seberat apa pun permintaan saya, mereka pasti akan selaluu dan selalu mengusahakan untuk memenuhi. Yaah, saya memang tidak bisa membalas kebaikan dan budi mereka. Mungkin hanya dengan memberikan ijazah dan menjadi dokter yang baik bisa membuat mereka sedikit bangga dan tersenyum lega :). Dan karena saya tidak mau membebani mereka untuk cita-cita saya yang satu itu, saya merencanakan untuk ptt setelah lulus nanti. Sehabis ukdi saya memang masih harus menjalani internship selama setahun. Dan saya berencana mengambilnya di pelosok. Hehehe.. kenapa saya harus ptt? Karena saya mengincar program untuk bisa disekolahkan daerah.. masuk spesialis sangat ketat persaingannya. Selain itu tidak bisa dipungkiri, pasti ada intrik2 kolusi di dalamnya. Entah anaknya prof siapa, keluarganya dokter siapa lah, dll. Meskipun tidak semuanya begitu. Tetapi ada. Dan saya yang bukan siapa2, orangtua saya tidak memegang jabatan apapun, tentunya lebih sulit tembus. Jadi, saya membulatkan tekad untuk ptt nantinya. Walaupun bagi saya, itu keputusan besar. Karena saya anak tunggal dan serba tersedia di rumah. Maksudnya, semua kebutuhan saya selalu berusaha disediakan oleh mama saya. Saya akui sebagai anak tunggal, cukup sulit untuk tidak memiliki kepribadian manja atau dependen. Karena orangtua secara alamiah pasti akan memberikan perhatian lebih kepada kita. Ini bisa menjadi bumerang dalam proses pembentukan kepribadian. Anak bisa menjadi tidak siap dalam menghadapi kerasnya dunia luar kalau terus menerus dibiasakan demikian. Tapi syukur kepada Tuhan, orangtua saya bukan orang yang kaya raya sehingga mama saya pun harus bekerja. Setiap hari dari pagi hingga malam, kecuali hari senin. Jadi saya terbiasa sendiri di rumah. Hahaha.. mungkin kalau mama saya tidak bekerja, saya akan menjadi sangat dependen dengannya. Walaupun saya sakit, mama saya tidak akan bolos atau ijin dari pekerjaanya. Karena biasanya, saya hanya sakit batuk pilek dan demam (puji Tuhan). Saya tidak bermaksud meminta sakit yang parah. Dan puji Tuhan, lingkungan saya di sekolah maupun tempat lain di luar sana membentuk saya menjadi pribadi yang" bukan anak mami papi". Yaa seperti itulah. Tapi saya sudah membulatkan tekad untuk ptt. Beberapa hari yang lalu, mama saya mengingatkan saya. Dulu, selepas sma saya pernah berkata, "ma, kalau aku jadi dokter nanti, aku mau bantu anak2 busung lapar dan kurang gizi di daerah2 maa.." terus terang, saya bahkan sudah lupa kalau pernah mengatakannya. Sampai mama saya mengingatkan saya. Mungkin ini jalan Tuhan. Saya pun tidak tahu. Saya masuk fk pun, sebenarnya sedikit nekat. Banyak rintangan yang harus dilalui, tapi puji Tuhan jalan selalu ada. Karena itu, untuk rencana sekolah saya berikutnya saya pun menyerahkannya ke Tuhan :). Karena sekali lagi, ini hanya rencana saya. Tentunya, saya tidak bisa melanggar aturanNya. Tapi, kalau memang ucapan saya sebelum masuk fk harus saya penuhi. Saya siap :) so, at the end.. i will rest whatever i want on God's hand.. whether it will be fulfilled or maybe there's another plan that more suitable for me in God's perspective, i will take it. :) tetap semangat, tetap maju, tetap berjuang. Karena kasih Allah melimpah untuk kita. Happy Sunday. God bless! :)

20 January 2015

Persiapan UKDI 2015

Well, akhirnya sampailah saya di titik ini. Titik dimana dulu saya tidak terlalu memikirkannya, karena saya tahu bahwa untuk sampai di titik ini masih butuh perjalanan panjang. Tapi syukur kepada Tuhan karena akhirnya saya sampai juga di sini. Titik itu adalah...UJIAN UKDI. Yup, mungkin beberapa orang di luar sana menganggapnya tidak ada yang terlalu istimewa mengenai ujian ini. Karena semua mahasiswa FK yang ingin mendapatkan ijazah dokternya pasti harus melewatinya. Namun entah mengapa, bagi saya ujian ini menjadi semacam aktualisasi diri sebagai mahasiswa FK yang sebenarnya. Di mana ilmu yang sudah didapatkan bertahun-tahun sebelumnya harus dibongkar keluar lagi. Dan itu benar-benar memeras energi, waktu, dan glukosa otak tentunya. Bagi saya khususnya, yang ingatan long term nya tidak begitu baik, tentunya dibutuhkan ekstra usaha untuk memenuhi target. By the way, target yang dipatok untuk tahun saya ujian adalaaah.. 66! Hahahaa.. sedikit membuat merinding saya yang pada saat itu sudahmelupakan kira-kira 80% ilmu kedokteran baik preklinik maupun saat di klinik. Kabar itu membuat saya memutuskan untuk ikut bimbingan les persiapan UKDI di malang selama 1 bulan dengan biaya yang lumayan memeras kantong. Yang ada di pikiran saya saat itu adalah bagaimana caranya lulus tapi bukan hanya sekedar lulus. Saya ingin menguasai materi kedokteran yang nantinya memudahkan saya untuk bekerja. Karena seriously, saya sudah lupa hampir semua materi. Hehee.. dan meskpun tidak ada teman satu kelompok saya yang ikut mendaftar, saya meberanikan diri untuk tetap les.jadilah saya di sana selama sebulan bertapa untuk mencari wangsit. Setelah dipikir-pikir saya juga menerapkan apa yang saya sampaikan di tulisan blog pertama saya menge ai keluar dari zona nyaman. Hehehe.. well, i did it. Sebulan berlalu dan saya kembali ke surabaya lagi. Kali ini langsung disambung dengan bimbingan dari kampus yang WAJIB ikut dengan biaya sejuta. Hmmm karena ada embel-embelnya wajib akhirnya saya ikut. Saat saya menulis blog ini sudah di minggu ketiga dari bimbingan kampus dan sebulan lagi adalah D-DAY!! Meskipun begitum saya masih merasa persiapan saya masih kurang. Sungguh-sungguh butuh usaha ekstra, ini membuat saya sedikit stress sekarang. Hahaha.. baiklah hanya bisa pasrah dan terus berusaha. Yang penting berdoa, jaga kesehatan (fisik maupun mental), terus berjalan jangan berhenti, minta restu orang tua, dan banyak-banyak berbuat baik. God bless us.. :)

01 November 2013

kehidupan dokter muda

Sudah sekitar 4thn sejak pertama kali menulis blog ini. Nggak terasa sekarang sudah menjalani kehidupan co-ass kurang lbh 1 thn. Ternyata, semakin dewasa seseorang, semakin banyak ia menemui kesulitan hidup, semakin matang pemikirannya, terkadang semakin rapuh juga dia, walaupun di sisi lain juga ada bagian darinya yang menjadi semakin kuat. Yaa..perpaduan itulah yang menjadikan seseorang "dewasa" di usianya. Berbeda dengan mereka yang berusia lebih muda, meski sebenarnya persoalan yang dihadapi sama tingkatannya namun terkadang mereka yang lebih muda menganggapnya tidak terlalu berat. Mungkin karena masih ada sisi polos dalam diri mereka yang membantu mereka untuk menerima semuanya itu apa adanya dan membiarkannya mengalir. Orang dewasa, ketika menemui hambatan, terkadang seringkali mencari tahu mengapa itu terjadi bukan bagaimana cara untuk bisa mengatasinya. Dan kadang itu yang membuat stress. Hal ini saya dapatkan setelah saya menjalani kehidupan sebagai dokter muda. Pada awalnya, saya begitu antusias saat memasuki dunia ini. Saya merasa dibebaskan dari tugas2 yang berjibun di kampus. Saya juga merasa lebih dianggap "dewasa". Dan selangkah lagi akan mencapai cita2 saya sebagai dokter. Namun, seiring berjalannya waktu saya pun akhirnya menyadari, tidak semudah itu. Memang dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan untuk menjalaninya. Sekolah, tidak hanya mengajarkan kita mengenai ilmu, tapi sebenarnya juga mengenai kehidupan. Mungkin memang beberapa orang mengatakan percuma jika hanya menjalani sekolah formal tanpa melihat kehidupan liar di luar sana. Namun, untuk yang satu ini saya kurang setuju. Menurut saya, menjadi dokter muda dengan segala beban tugas yang diemban, semua stressor yang didapat cukup untuk memicu keluarnya sifat asli seseorang. Entah baik ataupun buruk. Saat terjepit, alamiah sekali jika orang mengeluarkan sisi egoisnya masing2. Dan itulah yang harus diatasi supaya ttp terjalin hubungan baik dengan calon teman sejawat. Kita pun  juga harus mengendalikan diri di tengah segala beban yang didapat suapaya tidak menyakiti dan merugikan orang lain. Pelajaran itu juga yang didapat selain ilmu kedokteran aplikatif. Yaah..perjalanan masih cukup panjang dengan segala hal baru yang menanti di depan. Tapi apapun itu, saya percaya jika ada kemauan dan usaha, Yang Mahatahu pasti memberi jalan, entah bagaimana caranya. :) Tetap semangat, tetap berjuang, dan tetap berusaha menjadi manusia yang lebih baik di tengah kerasnya kehidupan ko-ass. Hahaha.. good luck! God bless.

12 October 2009

making new blog!

haaaaahaaaa...(^^,)
coba2 bikin blog! hehehe...
hopefully will be useful! ^^

Ubah mindset..."hidup dalam ZONA NYAMAN....??"

19thn sudah bukan remaja lagi, tapi sudah menginjak ambang kedewasaan di mana pola pikir pun harus mulai diubah. Segalanya bisa dimulai dari diri kita sendiri. Dunia bakal memperlihatkan pada kita semua gimana sulitnya bertahan hidup. Butuh semangat en perjuangan yang nggak gampang. Kalau kita mau dapetin sesuatu yang "luar biasa" berarti kita juga harus siap untuk keluar dari ZONA NYAMAN. Zona nyaman ini kita miliki dari kecil hingga sekarang. Di dalam zona ini kita tentu nggak harus bersusah payah melakukan segala sesuatunya untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Coba ingat sewaktu kecil dulu kalau ingin suatu permainan yang kita lakukan hanya minta dengan mengatakan itu pada orang terdekat kita (orang tua). Dan kita langsung akan mendapatkannya, yang harus kita kerjakan hanya "manut". Menurut pada perintah orang tua dan tidak perlu melakukan terobosan sendiri. Seringkali tipikal orang yang senang hidup dalam zona nyaman adalah orang yang kurang mandiri en manja. Dalam artian dia tidak senang dengan adanya perubahan. Mungkin diakibatkan kurangnya kemampuan adaptasi dalam dirinya, sehingga jika seseorang itu sudah merasa nyaman dengan dunianya dia nggak akan berani mengambil resiko untuk keluar dari zona nyaman itu walaupun kemungkinan "reward" yang didapat bisa jauh lebih baik. Pertanyaannya, apakah kita bisa maju dengan terus-terusan hidup di zona nyaman? Padahal esensi dari kehidupan itu sendiri adalah mencapai target yang ingin kita capai dengan usaha sendiri. Dan target yang ingin kita capai tentunya harus menjadikan kita manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Oke, keluar dari zona nyaman adalah suatu pilihan yang beresiko. Tapi apapun itu, tidak ada salahnya kita mencoba mengambil kesempatan yang ada. Karena kesempatan nggak akan datang 2x... Pikirkanlah hal positif, bagaimana kalau dengan keluar dari zona nyaman itu kita bisa mendapatkan hal baru yang jauh lebih baik. Ini akan menjadi suatu pilihan yang nggak mengecewakan. Jika kenyataan tidak sesuai harapan, let it flow.... Jangan jadi depresi. Karena paling tidak kita sudah mencoba. ^^